Jumat, 11 Maret 2016

Mengenang Goresan di Mobil Mewahnya

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap.
Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.
Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu.
Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.
Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.
“Buk….!” Aah…, ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu.
Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
“Cittt….” ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan.
Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele.
Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.
Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa.
Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.
“Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!”
Lihat goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.
“Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya.
“Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.
“Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa.
“Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.
“Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti….”
Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.
“Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.
Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan..” Kini, ia mulai terisak.
Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.
“Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda?
Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya.”
Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam.
Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.
Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah.
Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.
Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.
“Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak.”
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.
Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Dtelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya.
Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.
Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu.
Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.
Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: “Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu.”
Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan.
Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.
Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada
masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?
Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita.
Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya.
Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.
Teman, kadang memang, ada yang akan “melemparkan batu” buat kita agar kita
mau dan bisa berhenti sejenak.
Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya,atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.

Rabu, 10 Februari 2016

Manisnya Iman dari Cahaya Tuhan


Banyak hal dalam kehidupan yang sering sekali kita tidak pahami. Terkadang niat begitu sering dilupakan dan bahkan disalahgunakan. Dalam posting kali ini penulis ingin kembali membagi ilmu yang telah penulis dapatkan. Tentunya tentang ilmu ternyata yang memang sering kita salah artikan. Ini adalah kalimat yang menarik perhatian penulis, yang telah diungkapkan penulis besar dalam bukunya yang berjudul “Jangan Berputus Asa !” Don’t Give Up ! / Laa Taeasy !
“Ilmu itu hanyalah cahaya yang dimasukkan Allah ke dalam hati. Ilmu bukanlah seseorang yang menghafal nash-nash yang beku, dan mengumpulkan ijazah-ijazah yang tinggi”.
“Banyak manusia membaca dan belajar, tetapi tidak mendapatkan manisnya iman, karena terputusnya hubungan antara dia dengan Allah”
Sering sekali ilmu yang kita dapatkan di bangku sekolah ataupun bangku perkuliahan selalu berpacu pada sebuah kata “hafalan teori” dan tentu sebuah kata “Ijazah”. Dan begitu banyak orang yang cerdas dan berilmu, tetapi hanya mendapatkan ilmu namun manisnya iman tidak dapat dirasakan. Dalam hal ini, tentu kita kembali lagi kepada tujuan hidup kita yang sebenarnya :
“Allah tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah Nya, Mencari Rhido Nya”
Semoga kita semua bisa merasakan manis dan lezatnya iman. Adapun salah satu tanda manis dan lezatnya iman adalah ketika kita merasakan hati yang semakin dekat kepada Sang Penguasa Semesta Alam, ketika hati menerima, dan mengaplikasikan nasehat kebaikan dengan hati yang ikhlas.
“Jika dosa-dosa kita begitu banyak…!
“Jika kita berputus asa…!
“Jika hidup ini merasa dirundung kesepian…!
“Jika kita melihat jarak yang begitu jauh dalam diri…!, dan
“Jika kekerasan hati tidak bisa terkendali…!
Ucapkanlah…!
“Laailahailla anta Subhanaka inni kuntu minazzholimin”
“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain engkau Ya Allah. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya Aku termasuk orang yang zolim”
Mohon… berhenti sejenak…,
mengulangi, serta memahami ucapan kalimat tersebut…!!!
Ucapan yang begitu mulia, maka setiap muslim untuk senantiasa mengulanginya, baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbariing. Penulis saarankan jika tidak terbiasa mengucapkannya 111x perhari, 10x perhari dengan hati yang khusuk dan tenang, maka insyaallah hati akan berada dalam ketenangan dan dapat merasakan manis dan lezatnya iman.
Terimakasih untuk Dr. Aidh Al-Qorni yang telah memberikan motivasi ketika hati ini lemah dan tidak bersemangat, dari bukunya yang berjudul “Jangan Berputus Asa” dan “La Tahzan”. Semoga beliau dan keluarganya senantiasa dalam lindungan yang kuasa.